Minggu, 11 November 2012

Bayang-bayang...

Kemarin aku membaca banyak komentar dari Pembaca Daisyflo. Terima kasih untuk tersenyum dan menangis bersamaku.  Daisyflo adalah novel yang sangat memiliki jiwa. Aku membentuk karakternya dari teman-teman disekelilingku :)

Lalu malamnya, kilasan adegan Daisyflo melintas dikepalaku. Apa yang tidak tertulis dan terasa begitu hitam.  Aku ingat bagaimana Tara memandang Junot dengan binar matanya dan berkaca-kaca melihat hasil karya Junot yang menakjubkan.  Lalu dia tertawa lepas, tanpa beban.  Seperti gadis remaja yang sedang mekar dan begitu indah.  Tara sangat manis dan ceria.  Masa perkuliahannya penuh dengan hal-hal yang menakjubkan setiap hari dan setiap pagi adalah semangat. Sebab dia ingin melihat hal lain diluar imaginasinya.  Hal-hal yang memukau matanya dan membuatnya berdecak kagum.

Namun hari itu adalah hari yang paling jahanam. Bagaimana melukiskannya?
Tara masuk ke rumah Tora dan mereka bertengkar hebat.  Tubuhnya meradang dengan posisi menyorong ke depan, seolah Tara sudah siap untuk berjibaku. Sebab hari itu adalah hari dimana seharusnya dia menegaskan kepada siapa dia akan melanjutkan napasnya.  Hari ini dia ingin sekali mengatakan kepada Junot bahwa, "Ju, umm... don't go away.  Stay with me, today-now-this time until... I don't know... As long as I can remember... Just don't go away.  We can start a new world, today."  

Tapi yang terjadi adalah... ketika Tara bersiap untuk pergi dari rumah Tora, dia menuju pintu depan. Dan disanalah Tora menyergapnya, menyeretnya ke kamar.  Aku membayangkan pintu kamar yang terbanting keras dan.. camera yang perlahan menjauh dengan sudut fokus pintu kamar. Seolah sesuatu yang buruk terjadi didalam sana.

Fade out to black.

Berawal dari suasana gelap kamar Tora, lampu kamar temaram.  Tara meringkuk disudut kamar, menjepit kedua pahanya dan menenggelamkan wajahnya.  Tubuh kurusnya tersenguk.  Rambutnya menutupi bahunya yang telanjang.

Flashes.
Wajah Junot yang berbinar saat di perpustakaan sore itu. Side lighting yang menyentuh wajah Junot, dengan sudut pengambilan yang mengagumkan. Semuanya menjadi samar.

Tara terus menangis. Tora ada didekatnya, menoleh sekilas dan terlihat juga menyesal namun tidak berkata apa-apa.  Suasana kamar yang berantakan.  Kusutnya sprei menceritakan apa yang terjadi dan itu sangat menakutkan. Lampu yang perlahan terang dan gelap. Berulang-ulang. Terlihat magis dan menakutkan.

Flashes.
Sudut gambar ringan. Warna-warna pastel, seperti imaginasi.
Tara berlari mengejar kupu-kupu.  Kupu-kupu itu terus terbang, begitu rendah, begitu dekat namun Tara tidak dapat menangkapnya.  Seolah kupu-kupu itu transparan. Dapat terlihat namun tidak dapat tertangkap.

Fade out to Black.

The day after..
Hari-hari selanjutnya, aku membayangkan Tara yang lahir dalam sosok Tara yang baru. Dia terlihat muram tapi tidak sinis.  Wajahnya masih dapat tersenyum, namun sorot matanya begitu getir.  Tara yang hobi menghindar, Tara yang hobi bersembunyi dibalik tembok setiap Junot datang untuk mencarinya. Dia menangis dalam diamnya, menggigit bibirnya kuat-kuat dalam linangan air mata yang mengalir deras.  Hari-hari semakin memucat, hingga dia menemukan Muli yang sedang repot dengan setumpuk foto copian untuk membantu Tugas Akhir Junot.

The hugs.
Tara sangat ragu melangkah. Dia kembali berhenti dan mengurungkan niatnya.. Jemarinya saling meremas dan Tara begitu gelisah. Dia ingin sekali mengucapkan selamat pada Tugas Akhir Junot namun dia sangat takut.  Hingga akhirnya dia melihat pangerannya disana. Seraut wajah yang tetap hangat dan mata yang menyimpan berjuta kerinduan.
"Kamu sakit?"

Tara terus melenggang di koridor.  Suasana lenggang, dingin diam dan Tara dalam sudut pandang POV.
"Tara! Kamu akan jatuh kalau begitu jalannya!" seru Junot.
Junot sendiri terlihat galau, dia bingung harus bagaimana. Tara terus pergi, melenggang di koridor.

"Sudah biasa..."
Tara menjawab pada dirinya sendiri, dengan wajah linglung dan terlihat tertekan. Dia terus berjalan hingga didepan lift, dan Junot menyusulnya.  Laki-laki itu tidak tahan lagi memendam sebutir pun kerinduan.  Dan tiba didepan lift, dia memandang Tara dan (SLOWMOTION) memeluknya erat.

Aku membayangkan sudut kamera yang menangkap keduanya dari atas, seperti sebuah titik hitam dalam ruangan yang lebar itu.  Keduanya saling memeluk, diam, hening dan kamera yang berputar perlahan berhenti didepan lift yang terbuka SLOWMOTION... dan Muli didalamnya.  Muli yang melihat semuanya, terpaku dan menyingkir ke sisi lift dengan ekspresi wajah terperangah. Napasnya menghentak, lalu perlahan berkaca-kaca.

CUT TO BCU titik-titik air mata Tara, dimana kemeja biru Junot basah. Dan Junot masih memeluknya dengan erat, hingga cahaya semakin redup dan malam pun menggurita.


Tara is not just Tara.
Perubahan terakhir dari ceria ke sedih, adalah sosok Tara yang sinis. Dia terlalu sinis sehingga sorot matanya menyiratkan kebencian.  Dia tidak lagi menoleh. Sebaliknya, matanya yang berkeliaran mengejar obyek didepannya. Dia lebih banyak melirik. Senyumnya hanya tersungging sekilas, kadang begitu sinis dengan bibir yang hanya tersenyum sebelah.  Seringainya, tawa sinisnya.. semua sinis.  Tara sangat berhati-hati. Dia jadi lebih sering menduga-duga dan memikirkan kata-kata yang akan dikeluarkannya. Dia menjadi pencuriga dan penuh dengan pikiran negatif terhadap orang-orang disekelilingnya. Tara telah mengalami krisis kepercayaan diri akut dimana dia merasa tidak ada hal baik yang akan terjadi pada dirinya.  Tara yang tadinya lepas, ceria, lucu, spontan, usil, penuh semangat.. telah lahir kembali menjadi seorang Tara yang entahlah... aku sendiri takut untuk membayangkannya.



Jumat, 24 Februari 2012

First Book, First Reader.

Kemarin mba Hetih mengabariku bahwa dia telah mendapatkan copy buku Daisyflo. Aaahhh... mauuu... hehhhee... Lalu buku itu langsung dioper ke temennya dan dilahap sang adik. Mba Hetih sangat bersemangat. Dia mengirimiku 'capture it' pic dari sekilas conversation mereka dan hasilnya membuatku tak bosan untuk membaca ulang bbm-an kemarin. Semangatku terasa meledak...

"Couldn't stop reading that book before it's done..."


Gosh. Terima kasih.
Satu Juta Burung Kertas, terpatri di depan mataku. Semoga aku punya waktu untuk menulis kisah utuhnya.
Sebagai Tara,
aku ingin sekali membunuh Tora, sebab dia adalah b4jingan.
aku ingin sekali mengejar Junot, sebab aku selalu mencintainya.
aku ingin sekali mengatakan pada Alexander untuk berhentilah melukis duniaku, sebab aku tak lagi layak.

Aku ingin sekali,
kembali pada masa dimana bunga daisy mekar sehari lebih lama dari biasanya.


~ Daisyflo, Yennie Hardiwidjaja.
Tara..
Jauh sebelum kamu menemukanku,
aku telah menemukanmu.


--Daisyflo, babak Junot.

Senin, 30 Januari 2012

DAISYFLO, terbit Februari 2012.



Hmm... speechless.
Ini novel yang membuatku menangis ketika menulisnya, bersemangat karena alurnya yang begitu kompleks, terlena karena karakter-karakternya yang memukau, marah karena konfliknya tidak berkesudahan. Seseorang yang mencintai, dipermainkan nasib dan belajar untuk memaafkan.

DAISYFLO,
bagiku bukan sekedar novel. Ini adalah sebuah ungkapan kerinduan yang meledak dan menjadikanku tiada arti. Aku mencintai karakter-karakter didalamnya, walaupun mereka hampir membuatku gila.

Ini novel yang bikinnya lamaaa banget dan paling niat revisinya. Sampai2 editorku, Mba Hetih terus menyemangati karena dia percaya banyak hal yang dapat aku kembangkan di novel ini. Saking semangatnya, Mba Hetih sudah wanti2 untuk novel berikutnya hehehehe.... AMIN!

Daisyflo,
segera meluncur FEBRUARI ini dan akan tersedia di seluruh Toko Buku Gramedia. Jangan lewatkan!! Baca, resapi dan email aku untuk feedbacknya di ms_jutek@yahoo.com atau FB: Yennie Tarjono Hardiwidjaja.


Aku ingin tahu isi hatimu.

Selasa, 08 November 2011

Bunga Daisy.



Ini salah satu foto yang aku suka banget, mewakili Tara. Tara diibaratkan sekuntum bunga Daisy kecil yang manis dan sederhana. Dia tidak seanggun mawar atau seharum melati, namun manis. Simpel dan sederhana. Seperti itulah aku menggambarkan sosok seorang Tara; gadis yang ceria, simpel, menyenangkan, cuek dengan segala kebaikan didalam hatinya. Namun seekor belalang merusaknya. Menjadikan bunga itu cacat dan terluka. Untuk setiap kuntum yang gugur dengan paksa, tidak akan pernah kembali. Bayangan air yang bergejolak mewakili emosi Tara, menjadikannya dirinya kacau dan tidak terkendali. Bayangkan sebuah bayangan bunga daisy diair yang tenang, tentu pantulannya akan sempurna bukan? Karena itu aku suka banget foto ini.

Walaupun setiap bunga yang layu, kering atau rontok memiliki kecantikannya masing-masing, bunga itu telah berubah. Apalagi dia layu sebelum waktunya. Lalu, segalanya tidak lagi sama dan tidak lagi indah.

Jumat, 21 Oktober 2011

Antara Novel dan Skenario.

Aku akan mengenalkanmu pada cinta segitiga yang sangat kompleks dan rumit. Kamu harus memperhatikan jenis FONT yang menandakan Past & Present time. Sebab aku menuliskannya seperti Flashback & Present time pada sebuah skenario. Flashback ini dapat berupa double flashback. Bingung? Tidak. Kamu akan tahu urutannya.

Awalnya novel ini hanyalah 167 halaman. Lalu berkembang menjadi 247 halaman. Ini adalah jumlah terakhir yang kutawarkan pada Gramedia Pustaka Utama. Editorku yang baik mengatakan novel ini memiliki alur yang unik namun peralihan adegan sangat cepat. Tidak ada kata-kata yang menari, atau kalimat indah yang melambai. Sebab novel memiliki ruang yang sangat luas untuk bermain kata-kata dan memainkan perasaan hati pembaca. Daisyflo ditulis dalam konsep skenario film yang terlalu cepat! Ibarat sebuah film, Cut to Cut terlalu cepat. Adegan bagus, tapi emosinya kurang mengigit!

Kepalaku pusing tujuh keliling.
Aku ingat ketika memulai awal penulisan novel, rasanya aku mampu menulis berhalaman-halaman untuk sebuah adegan. Lalu ketika aku menulis skenario, halaman-halaman yang 'melambai' itu dibabat sebab membuang durasi, dipanjang-panjangin dan ngantuk. Aku berusaha keras menulis sebuah skenario film dengan pergantian alur yang tidak bertele-tele. Ketika aku menikmati cara penulisan ala skenario, mempraktekkannya pada beberapa novelku, aku harus merestart kembali gaya penulisanku.

Tentu--aku--sangat--pusing!
Butuh waktu untuk mengembalikan mood. Aku membaca Daisyflo berkali-kali hingga aku hafal! Aku menyetel soundtrack pilihanku untuk novel ini, membawanya kemanapun aku pergi, menulis cuplikan adegan yang aku sukai, menulis beberapa paragraf sesuka hati hanya untuk memancing mood. Aku mengintip roh tokoh-tokoh didalamnya, membelah diriku, entah beberapa bulan lamanya ditambah kesibukanku yang membuatku sulit untuk konsentrasi, namun... Ketika mood terbangun, aku mulai menulis dan menulis - seperti manusia yang penuh dahaga. Hasilnya, dari 247 halaman menjadi 333 halaman.

Sekarang kata-kata terbaca lebih indah. Tokoh-tokoh berkembang, background lebih kuat dan setelah riset yang hampir membuatku menjadi 'penjual security camera' atau 'wartawan informatika khusus GPS Tracker' atau 'satpam', 'illustrator', 'psikiater', aku puas dengan hasilnya.

Semoga, Daisyflo bisa mendapatkan tempat dihatimu. Terima kasih tak terhingga untuk semua pihak yang telah membantuku menyelesaikan novel ini.